Hamparan Lahan Sawah

BENIHPERTIWI.CO.ID – Beberapa waktu belakangan ini, masyarakat Indonesia dihadapkan pada isu kelangkaan dan kenaikan harga beras di berbagai daerah. Komoditas pangan pokok ini menjadi sorotan seiring dengan semakin sulitnya konsumen mendapatkan beras dengan harga terjangkau di pasaran. Fenomena ini tentu menimbulkan kekhawatiran dan pertanyaan mengenai faktor penyebab serta langkah antisipasi yang diambil pemerintah.

Meskipun saat ini, Mei 2025, pasokan beras dilaporkan mulai stabil dan harga menunjukkan tren penurunan di beberapa wilayah seiring masuknya periode panen raya. Namun ingatan kelangkaan yang terjadi pada akhir 2024 dan awal 2025 masih membekas. Periode tersebut ditandai lonjakan harga yang cukup signifikan.

Kelangkaan beras yang terjadi disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Dampak Perubahan Iklim Ekstrem (El Nino) : Fenomena El Nino yang melanda pada tahun 2023 hingga awal 2024 menyebabkan kekeringan panjang di berbagai sentra produksi padi. Hal ini mengakibatkan mundurnya jadwal tanam dan penurunan produktivitas panen secara nasional.

2. Pergeseran Musim Tanam dan Panen : Akibat El Nino, musim tanam padi mengalami pergeseran signifikan. Puncak panen raya yang biasanya terjadi pada bulan Maret-April bergeser menjadi April-Mei atau bahkan Juni di beberapa daerah. Kekosongan pasokan sebelum panen raya ini memicu gejolak harga.

3. Kenaikan Biaya Input Pertanian : Petani juga dihadapkan pada kenaikan biaya input pertanian seperti pupuk dan bahan bakar minyak (BBM). Hal ini turut mempengaruhi biaya produksi dan pada akhirnya harga jual gabah dan beras.

 4. Masalah Distribusi dan Rantai Pasok : Meskipun pemerintah mengklaim stok cadangan beras pemerintah di Bulog mencukupi, kendala dalam distribusi dan rantai pasok diakui menjadi salah satu pemicu kelangkaan di tingkat konsumen. Proses penyaluran dari gudang Bulog ke pasar atau pedagang terkadang menghadapi tantangan.

 5. Peningkatan Permintaan Menjelang Hari Besar Keagamaan : Kelangkaan juga sempat diperparah oleh peningkatan permintaan menjelang hari-hari besar keagamaan, di mana kebutuhan konsumsi masyarakat cenderung meningkat.

Kelangkaan dan kenaikan harga beras memberikan dampak signifikan bagi masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah. Kenaikan harga beras sebagai makanan pokok akan menggerus daya beli dan berpotensi meningkatkan angka inflasi.

Bagi petani, meskipun harga gabah di tingkat petani sempat mengalami kenaikan, namun hal tersebut tidak selalu sebanding dengan penurunan produksi akibat gagal panen atau penurunan produktivitas akibat kekeringan.

Bagaimana Kondisi di Luar Negeri ?

Kelangkaan beras tidak hanya terjadi di Indonesia, ternyata dinamika dan krisis pangan juga terjadi di tingkat global. Berbagai faktor internasional turut memperberat tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga beras di dalam negeri.

Penurunan produksi akibat cuaca ekstrem di berbagai belahan dunia secara otomatis mengurangi ketersediaan beras di pasar internasional. Laporan dari Februari 2024 dan Februari 2025 menyebutkan bahwa perubahan iklim dan cuaca ekstrem menjadi pemicu utama masalah pangan global.

Meskipun laporan terbaru per Mei 2025 menunjukkan adanya tren penurunan harga beras internasional seiring dengan masuknya masa panen di beberapa negara, harga beras dunia sempat melonjak. Sebuah artikel dari Februari 2024 mencatat bahwa kenaikan harga beras dunia pada awal tahun 2024 mencapai rekor tertinggi sejak krisis pangan 2007-2008.

Beras

Beberapa negara produsen beras utama dunia sempat memberlakukan kebijakan pembatasan atau larangan ekspor untuk mengamankan kebutuhan dalam negeri mereka. Salah satu contoh yang signifikan adalah India, yang merupakan salah satu eksportir beras terbesar dunia.

Laporan dari Februari dan Maret 2025 mengindikasikan bahwa beberapa negara di Asia seperti Jepang, Malaysia, dan Filipina juga menghadapi krisis atau kelangkaan beras. Di Jepang, harga beras dilaporkan melonjak drastis. Harga beras domestik Jepang melonjak signifikan, disebut naik lebih dari 100% dibandingkan tahun 2024. Kondisi ini memaksa pemerintah Jepang untuk kembali mengimpor beras dari Korea Selatan setelah terakhir kali melakukannya pada tahun 1999.

Harga beras  domestik di Jepang dilaporkan mencapai 842 Yen per kg atau sekitar Rp. 100.000 per kg pada sekitar akhir April 2025.

Di Malaysia, terjadi kepanikan akibat kelangkaan beras lokal dan kenaikan harga beras impor. Filipina bahkan menetapkan status darurat ketahanan pangan akibat inflasi beras yang tinggi. Krisis di negara-negara tetangga dan konsumen beras lainnya meningkatkan persaingan untuk mendapatkan pasokan beras di pasar internasional, yang dapat mempengaruhi posisi Indonesia.

Meskipun Indonesia merupakan negara produsen beras, untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan, terutama pada saat-saat kritis seperti paceklik atau gagal panen akibat El Nino, impor beras menjadi salah satu solusi jangka pendek. Namun, ketika pasar global mengalami gejolak seperti kenaikan harga atau pembatasan ekspor dari negara produsen, ketergantungan pada impor ini menjadi sebuah ancaman.

Meskipun Menteri Pertanian pada Februari dan Maret 2025 menyatakan bahwa Indonesia dalam posisi aman dibandingkan beberapa negara lain yang mengalami krisis lebih parah, dan laporan terbaru pada Mei 2025 menyebutkan harga beras dunia mulai turun seiring Indonesia berpotensi menghentikan impor, pengalaman kelangkaan sebelumnya menegaskan pentingnya penguatan produksi dalam negeri dan strategi ketahanan pangan yang komprehensif untuk mengurangi kerentanan terhadap gejolak pasar beras global.

BACA LAINNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your name. Please enter an valid email address. Please enter message.